Wali Songo adalah kelompok sembilan tokoh Islam yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Mereka juga dikenal dengan sebutan Walisongo atau Walisanga.
Para Wali Songo memiliki beragam latar belakang dan kisah hidup yang berbeda. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Jawa, seperti Gresik, Surabaya, Demak, Cirebon, dan sekitarnya. Namun siapa yang menayangkan jika dilihat dari silsilah wali songo, mereka semua ternyata merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.
Silsilah wali songo yang menunjukkan nasab Syaikh Maulana Malik Ibrahim sampai dengan Nabi Muhammad SAW,
As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam,
bin As-Sayyid Husain Jamaluddin,
bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin,
bin As-Sayyid Abdullah,
bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan,
bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih,
bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath,
bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam,
bin As-Sayyid Alwi,
bin As-Sayyid Muhammad,
bin As-Sayyid Alwi,
bin As-Sayyid Ubaidillah,
bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir,
bin Al-Imam Isa,
bin Al-Imam Muhammad,
bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi,
bin Al-Imam Ja’far Shadiq,
bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir,
bin Al-Imam Ali Zainal Abidin,
bin Al-Imam Al-Husain,
bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah.
1. Sunan Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim
Terjadi perbedaan pendapat mengenai asal-usul Syaikh Maulana Malik Ibrahim, dengan satu pendapat menyatakan bahwa ia berasal dari Turki dan pendapat lainnya menyebutkan bahwa ia berasal dari Kashan, sebuah tempat di Persia (Iran), seperti yang tercatat dalam prasasti di makamnya.Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ahli tata negara yang menjadi penasihat raja, guru bagi para pangeran, dan juga dermawan bagi fakir miskin. Menurut Babad ing Gresik, ia datang ke Gresik bersama dengan kawan-kawan dekatnya dan tiba pada tahun 1293/1371 M.
Ia juga dikenal sebagai Sunan Gresik dan menetap di Gresik untuk menyebarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal 822 H, yang bersamaan dengan tanggal 8 April 1419 M. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik.
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur
2.Sunan Ampel atau Raden Rahmat

Raden Rahmat merupakan keturunan dari Raja Champa, putra cucu dari Raja Champa. Ayahnya, Ibrahim As-Samarkandi, menikah dengan Puteri Raja Champa bernama Dewi Candra Wulan. Raden Rahmat langsung pergi ke tanah Jawa, tepatnya ke Majapahit, karena bibinya, Dewi Dwara Wati, menjadi istri Raja Brawijaya yang sangat dicintainya.
Raden Rahmat berhenti di Tuban dan di sana ia berkenalan dengan dua tokoh masyarakat, yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian mereka beserta keluarga memeluk agama Islam. Dengan masuknya Islam oleh Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, upaya Sunan Ampel dalam mendekati masyarakat dan menyebarkan dakwah Islam menjadi lebih mudah. Secara perlahan, mereka mengajarkan konsep Tauhid dan tata cara beribadah.
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1406 M dan dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Hingga saat ini, makamnya banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Sunan Ampel juga merupakan keturunan dari Nabi Muhammad. Dilihat dari silsilah Wali Songo dapat diketahui nasab Sunan Ampel sampai Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah silsilah wali songo yang menjelaskan nasab Sunan Ampel sampai Nabi Muhammad SAW,
Raden Rahmat bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar,
bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain,
bin Sayyid Ahmad Jalaluddin,
bin Sayyid Abdullah,
bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan,
bin Sayyid Alwi Ammil Faqih,
bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath,
bin Sayyid Ali Khali’ Qasam,
bin Sayyid Alwi,
bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Alwi,
bin Sayyid Ubaidillah,
bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir,
bin Sayyid Isa,
bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Ali Al-Uraidhi,
bin Imam Ja’far Shadiq,
bin Imam Muhammad Al-Baqir,
bin Imam Ali Zainal Abidin,
bin Imam Al-Husain,
bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW.
3. Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim
Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dan Dewi Candrawati. Sunan Bonang dikenal sebagai ahli dalam Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Setelah belajar di Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim kembali ke Jawa dan mendirikan pesantren di daerah Tuban.
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Pesantren Maulana Makhdum Ibrahim menjadi tempat belajar bagi santri-santri dari berbagai wilayah di Indonesia. Dalam menyebarkan ajaran Islam, Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) memiliki cara unik dengan mengganti nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat yang dikenal dalam Islam.
Hal ini dilakukan sebagai upaya persuasif terhadap penganut agama Hindu dan Buddha yang sebelumnya telah lama dianut. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, sebuah daerah pesisir utara Jawa yang menjadi pusat perjuangannya dalam menyebarkan dakwah Islam.
Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri.
Sunan Bonag juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Bonang bin Raden Rahmat,
bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar,
bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain,
bin Sayyid Ahmad Jalaluddin,
bin Sayyid Abdullah,
bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan,
bin Sayyid Alwi Ammil Faqih,
bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath,
bin Sayyid Ali Khali’ Qasam,
bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Alwi,
bin Sayyid Ubaidillah,
bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir,
bin Sayyid Isa,
bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Ali Al-Uraidhi,
bin Imam Ja’far Shadiq,
bin Imam Muhammad Al-Baqir,
bin Imam Ali Zainal Abidin,
bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW.
4. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid
Sunan Kalijaga, juga dikenal sebagai Raden Sahid atau Syekh Malaya, adalah putra dari Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta, yang merupakan seorang Muslim dan menjadi bupati Tuban, dan Dewi Nawangrum.
Sunan Kalijaga adalah salah satu wali asli Jawa. Sebutan "Kalijaga" diyakini berasal dari rangkaian bahasa Arab "qadi zaka," yang berarti "pelaksana" dan "membersihkan."
Menurut kepercayaan Jawa, kata "qadizaka" dikaitkan dengan "Kalijaga," yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan.
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak
Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad ke-15, dan makamnya terletak di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Sunan Kalijaga juga merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Kalijaga alias Raden Syahid bin Ahmad alias Raden Sahur alias Tumenggung Wilatikta (Tuban),
bin Syekh Subakir alias Muhammad Al-Baqir alias Mansur bin Ali Nuruddin,
bin Ahmad Jalaluddin,
bin Abdullah,
bin Abdul Malik Azmatkhan,
bin Alwi Ammil Faqih,
bin Muhammad Shahib Mirbath,
bin Ali Khali’ Qasam,
bin Alwi,
bin Muhammad,
bin Alwi bin Ubaidillah,
bin Ahmad Al-Muhajir,
bin Isa bin Muhammad,
bin Ali Al-Uraidhi,
bin Ja’far Shadiq,
bin Muhammad Al-Baqir,
bin Ali Zainal Abidin,
bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah
5. Sunan Giri atau Raden 'Ainul Yaqin
Raden 'Ainul Yaqin, juga dikenal sebagai Raden Paku, adalah putra Syekh Maulana Ishaq, seorang murid Sunan Ampel. Raden 'Ainul Yaqin lebih dikenal sebagai Sunan Giri. Sunan Giri adalah ipar dari Raden Fatah karena istri mereka adalah saudara.
Raden 'Ainul Yaqin dibesarkan oleh seorang wanita kaya bernama Nyai Gede Maloka atau Nyai Ageng Tandes. Sebagai seorang dewasa, ia belajar di Pondok Pesantren Ampel Denta (Surabaya) milik Sunan Ampel.
Di sana, ia bertemu dan menjadi teman baik dengan Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel. Sebelum melakukan ibadah haji bersama Sunan Bonang, mereka singgah di Pasai untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang iman dan tasawuf.
Dalam sebuah cerita, disebutkan bahwa Raden Paku mencapai tingkatan "ilmu laduni" (pengetahuan yang diberikan langsung oleh Tuhan). Karena prestasinya, Raden Paku juga dikenal dengan sebutan Raden 'Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal pada awal abad ke-16, dan makamnya berada di Bukit Giri, Gresik.
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
Sunan Giri juga merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Nabi Muhammad
Husain bin Ali
Ali Zainal Abidin,
Muhammad al-Baqir,
Ja’far ash-Shadiq,
Ali al-Uraidhi,
Muhammad an-Naqib,
Isa ar-Rumi,
Ahmad al-Muhajir,
Ubaidullah,
Alwi Awwal,
Muhammad Sahibus Saumiah,
Alwi ats-Tsani,
Ali Khali’ Qasam,
Muhammad Shahib Mirbath,
Alwi Ammi al-Faqih,
Abdul Malik (Ahmad Khan),
Abdullah (al-Azhamat) Khan,
Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan),
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar),
Ibrahim Zainuddin Al-Akbar
As-Samarqandy (Ibrahim Asmoro),
Maulana Ishaq,
Ainul Yaqin (Sunan Giri).
6. Sunan Drajad atau Raden Qasim
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajat karena beliau berdakwah di daerah Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Masyarakat juga menyebutnya sebagai Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana Hasyim, dan Sunan Mayang Madu.
Raden Qasim adalah putra Sunan Ampel dari istri kedua yang bernama Dewi Candrawati. Raden Qasim memiliki enam saudara seayah-seibu, antara lain Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma'innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka), dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).
Selain itu, ia memiliki dua saudara seayah dari ibunya, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajad adalah Dewi Shofiyah, putri Sunan Gunung Jati.
Suanan Drajat juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Drajat bin Raden Rahmat,
bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar,
bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain,
bin Sayyid Ahmad Jalaluddin,
bin Sayyid Abdullah,
bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan,
bin Sayyid Alwi Ammil Faqih,
bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath,
bin Sayyid Ali Khali’ Qasam,
bin Sayyid Alwi,
bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Alwi,
bin Sayyid Ubaidillah,
bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir,
bin Sayyid Isa,
bin Sayyid Muhammad,
bin Sayyid Ali Al-Uraidhi,
bin Imam Ja’far Shadiq,
bin Imam Muhammad Al-Baqir,
bin Imam Ali Zainal Abidin,
bin Imam Al-Husain,
bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW.
7. Sunan Kudus atau Ja'far Sadiq
Menara berusia 473 tahun yang dahulu berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan menjadi lokasi favorit pengunjung untuk bersantai usai berziarah di Makam Sunan Kudus. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)
Sunan Kudus, juga dikenal sebagai Ja'far Sadiq atau Raden Undung, juga dijuluki Raden Amir Haji karena pernah menjadi pemimpin Jama'ah Haji (Amir). Ia dikenal sebagai seorang pujangga yang cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
Ja'far Sadiq (Sunan Kudus) adalah putra dari Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Menurut silsilahnya, Sunan Kudus adalah keturunan langsung dari Nabi Muhammad Saw.
Dalam silsilahnya tercatat: Ja'far Sadiq bin R. Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra.
Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan "wali al-ilmi" karena memiliki penguasaan yang mendalam dalam ilmu agama, terutama tafsir, fikih, usul fikih, tauhid, hadis, dan logika. Sunan Kudus juga dipercaya sebagai panglima perang Kesultanan Demak.
Ia memiliki kepercayaan untuk memimpin pemerintahan di daerah Kudus, sehingga ia menjadi seorang pemimpin pemerintahan (Bupati) sekaligus pemimpin agama. Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, dan makamnya berada di kompleks Masjid Menara Kudus.
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Sunan Kudus juga merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Kudus bin Sunan Ngudung,
bin Fadhal Ali Murtadha,
bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar,
bin Jamaluddin Al-Husain,
bin Ahmad Jalaluddin,
bin Abdillah,
bin Abdul Malik Azmatkhan,
bin Alwi Ammil Faqih,
bin Muhammad Shahib Mirbath,
bin Ali Khali’ Qasam,
bin Alwi,
bin Muhammad,
bin Alwi,
bin Ubaidillah,
bin Ahmad Al-Muhajir,
bin Isa,
bin Muhammad,
bin Ali Al-Uraidhi,
bin Ja’far Shadiq,
bin Muhammad Al-Baqir,
bin Ali Zainal Abidin,
bin Al-Husain binti Sayyidah Fathimah Az-Zahra bin Nabi Muhammad Rasulullah.
8. Sunan Muria atau Raden Umar Said
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya adalah Raden Umar Said, dan saat kecil ia biasa dipanggil Raden Prawoto. Ia dikenal sebagai Sunan Muria karena tempat dakwah dan pemukimannya berada di Bukit Muria.
Dalam dakwahnya, ia meneruskan jejak ayahnya. Ia seperti "ikan yang tidak merusak airnya". Tidak diketahui secara pasti tahun kematian Sunan Muria dalam sejarah, namun perkiraannya ia meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.
Sunan Muria juga merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Muria bin Sunan Kalijaga,
bin Ahmad alias Raden Sahur alias Tumenggung Wilatikta (Tuban),
bin Syekh Subakir alias Muhammad Al-Baqir alias Mansur bin Ali Nuruddin,
bin Ahmad Jalaluddin,
bin Abdullah,
bin Abdul Malik Azmatkhan,
bin Alwi Ammil Faqih,
bin Muhammad Shahib Mirbath,
bin Ali Khali’ Qasam,
bin Alwi,
bin Muhammad,
bin Alwi bin Ubaidillah,
bin Ahmad Al-Muhajir,
bin Isa bin Muhammad,
bin Ali Al-Uraidhi,
bin Ja’far Shadiq,
bin Muhammad Al-Baqir,
bin Ali Zainal Abidin,
bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah
9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Ia adalah salah satu dari Wali Songo yang memberikan kontribusi besar dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat. Syarif Hidayatullah juga dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.
Menurut buku Sadjarah Banten karya Hoesein Djajadiningrat, kedua nama Fatahillah dan Nurullah merupakan nama yang sama. Nama aslinya adalah Nurullah, dan kemudian dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu Maulana. Nurullah, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, berasal dari Pasai.
Ketika Portugis menguasai Malaka pada tahun 1511 dan kemudian Pasai pada tahun 1521, Nurullah tidak tinggal lama di Pasai. Ia segera pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah kembali dari Tanah Suci pada tahun 1524, ia langsung menuju Demak dan menikahi adik Sultan Trenggana.
Dengan dukungan dari Sultan Trenggana, ia pergi ke Banten untuk mendirikan pemukiman Muslim. Dari Banten, Nurullah memperluas pengaruhnya ke daerah Sunda Kelapa. Di sini, pada tahun 1526, ia berhasil mengusir bangsa Portugis yang ingin menjalin kerjasama dengan Raja Padjajaran.
Berkat kemenangannya ini, Nurullah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Di Banten, ia meninggalkan putranya yang bernama Hasanuddin untuk memimpin Banten. Sunan Gunung Jati meninggal di Cirebon pada tahun 1570 dan diperkirakan berusia sekitar 80 tahun. Makamnya terletak di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat.
Sunan Gunung Jati juga emrupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Beerikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah bin Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim binti Raja Pajajaran Sunda (Nyi Mas Rara Santang),
bin Ali Nurul Alam + Putri Mesir,
bin Jamaluddin Al-Husein,
bin Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin,
bin Amir Abdullah Khan,
bin Abdul Malik (India),
bin Alwi ‘Ammul faqih Hadhramaut,
bin Muhammad bin Alwi,
bin Muhammad,
bin Ali Khali’ Qasam,
bin Ubaidillah,
bin Ahmad Al-Muhajir,
bin Isa Al-Rumi,
bin Muhammad An-Naqib,
bin Ali Al-Uraidhi,
bin Ja’far Ash-Shadiq (Madinah),
bin Muhammad Al-Baqir,
bin Ali Zainal Abiddin,
bin Husein As-Syahid,
bin Sayyidah Fatimah Al-Zahra’ RA binti Nabi Muhammad SAW.